Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mempelajari putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) terkait pelanggaran etik penggunaan pesawat jet mewah senilai Rp90 miliar oleh Ketua KPU Mochammad Afifuddin beserta jajaran, yang dinilai tidak sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan Pemilu 2024.
Putusan tersebut akan ditelaah KPK untuk menelusuri apakah terdapat unsur tindak pidana korupsi, sekaligus memperkaya bukti atas laporan masyarakat yang telah diterima lembaga antirasuah tersebut.
“Kami tentu nanti akan mempelajari putusan dari DKPP tersebut, fakta-fakta yang terungkap seperti apa, dan itu tentunya akan menjadi pengayaan bagi kami di KPK dalam menindaklanjuti laporan aduan masyarakat tersebut,” kata Jubir KPK, Budi Prasetyo, melalui keterangan kepada wartawan di Jakarta, Selasa (28/10/2025).
Budi enggan mengungkap perkembangan terbaru penanganan perkara tersebut yang masih ditangani Direktorat PLPM Kedeputian Informasi dan Data (INDA) KPK. Menurutnya, informasi perkembangan penanganan hanya dapat disampaikan kepada pihak pelapor, di antaranya Transparency International Indonesia (TII), Themis Indonesia, dan Trend Asia.
Ia menjelaskan, pengusutan kasus ini baru dapat dipublikasikan secara terbuka apabila telah meningkat ke tahap penyidikan di bawah Kedeputian Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK.
“Namun karena itu memang sifatnya tertutup, kami di KPK secara mekanisme dan prosedurnya memang tidak bisa menyampaikan ke khalayak, kepada publik. Jadi hanya bisa kami sampaikan kepada pihak pelapor,” ujarnya.
Sebelumnya, DKPP dalam putusannya pada Selasa (21/10/2025) menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada Ketua KPU Mochammad Afifuddin; anggota KPU Idham Holik, Yulianto Sudrajat, Parsadaan Harahap, dan August Mellaz; serta Sekretaris Jenderal KPU Bernard Dermawan Sutrisno.
Dalam sidang etik tersebut, terungkap bahwa anggaran untuk sewa dukungan kendaraan monitoring logistik Pemilu 2024 mencapai Rp90 miliar. Majelis DKPP menilai penggunaan fasilitas jet pribadi oleh pimpinan KPU telah menyimpang dari peruntukannya.
Pengadaan jet pribadi jenis Embraer Legacy 650 itu disebut dirancang untuk memantau distribusi logistik Pemilu di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Namun, berdasarkan fakta persidangan, dari 59 kali penerbangan sebagaimana tercatat dalam passenger list, tidak ditemukan satu pun rute perjalanan yang bertujuan distribusi logistik Pemilu.
Laporan Disusun Berdasarkan Empat Hal
Laporan dugaan pelanggaran ini dilayangkan oleh Transparency International Indonesia (TII) pada 7 Mei 2025 ke KPK. Laporan ini disusun berdasarkan empat hal:
Pertama, dari aspek pengadaan barang/jasa (procurement). Sejak tahapan perencanaan, pengadaan sewa private jet sudah bermasalah. Pemilihan penyedia melalui e-katalog/e-purchasing yang sangat tertutup dicurigai sebagai pintu masuk terjadinya praktik suap (kickback). Apalagi perusahaan yang dipilih oleh KPU masih tergolong baru (dibentuk tahun 2022), tidak punya pengalaman sebagai penyedia, memenangkan tender, dan bahkan dikualifikasikan sebagai perusahaan skala kecil. Dari dua dokumen kontrak yang ditemukan di laman LPSE, juga ditemukan indikasi mark-up karena nilai kontraknya melebihi dari jumlah pagu yang telah ditetapkan.
Kedua, dari sisi penggunaan private jet diduga tidak sesuai dengan peruntukannya. Dari sisi waktu, masa sewa private jet tidak sesuai dengan tahapan distribusi logistik pemilu. Penggunaan private jet digunakan setelah tahapan distribusi logistik selesai. Ada temuan bahwa ada “keanehan” dari rute private jet yang disewa tersebut justru tidak dilakukan ke daerah yang disebut KPU sebagai daerah yang sulit dijangkau (terluar). Sehingga ada indikasi private jet digunakan bukan untuk kepentingan pemilu. Ditemukan sebanyak 60% rute yang ditempuh tidak ke daerah terluar dan daerah tertinggal dari total penggunaan private jet ke 40 daerah tujuan, sehingga perjalanan ke daerah terluar hanya 35% dan daerah tertinggal 5%. Ada dugaan private jet yang disewa merupakan pesawat dengan kepemilikan (yurisdiksi) asing. Diidentifikasi ada tiga private jet: dua register Indonesia, satu register luar negeri.
Ketiga, dugaan pelanggaran terhadap regulasi perjalanan dinas pejabat negara. Menurut Peraturan Menteri Keuangan 113/PMK.05/2012 jo PMK Nomor 119 Tahun 2023 tentang Perjalanan Dinas Dalam Negeri bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri, dan Pegawai Tidak Tetap menyebutkan perjalanan dinas bagi pimpinan lembaga negara dan eselon 1 dengan menggunakan pesawat udara maksimal hanya boleh menggunakan kelas bisnis untuk dalam negeri. Sedangkan perjalanan luar negeri maksimal first class /eksekutif. Bagi pejabat eselon 2 kebawah menggunakan kelas yang lebih rendah (Peraturan Menteri Keuangan No. 181/PMK.05/2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan No. 164/PMK.05/2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Perjalanan Dinas Luar Negeri). Penggunaan private jet untuk perjalanan dinas bertentangan dengan peraturan Menteri keuangan tersebut. ptslot
Keempat, Total emisi karbon dioksida (CO2) yang dihasilkan dari 59 trip ke 40 daerah tujuan penggunaan jet ini adalah 382.806 kg CO2. Bila mengacu sifat urgensi bahwa untuk trip ke 23 daerah tujuan yang tidak perlu dilakukan karena bukan daerah terluar dan tertinggal, jumlah emisinya adalah 236.273 kg CO2. Seharusnya KPU bisa memakai pesawat komersial di rute-rute yang tidak terluar dan tertinggal untuk mengurangi kerusakan lingkungan akibat pelepasan emisi penerbangan yang tidak perlu. Terhadap emisi yang telah dikeluarkan oleh aktivitas KPU, maka KPU harus memperbaiki dampak yang ditimbulkan serta berkomitmen untuk memperkuat kebijakan internal dan eksternal yang sejalan dengan komitmen iklim.
Berdasarkan temuan tersebut, TI Indonesia, Themis Indonesia, dan Trend Asia melaporkan dugaan tindak pidana korupsi ini kepada KPK sebagai bentuk partisipasi masyarakat dalam pemberantasan korupsi. Temuan ini juga akan diteruskan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan audit investigasi terhadap pengadaan private jet. Serta kepada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dalam rangka menegakkan integritas penyelenggara pemilu.
Koalisi menilai praktik tersebut mencederai asas akuntabilitas publik dalam penyelenggaraan pemilu dan meminta KPK segera melakukan audit menyeluruh terhadap seluruh pengeluaran perjalanan dinas KPU selama masa kampanye.
Sumber : okezone88.id





